Pekanbaru,Riau - CENTRALPUBLIK.Com Pengelolaan Keuangan dan Sangat Pemberantasan Korupsi, di era keterbukaan dan serba digital saat ini, ...
Pekanbaru,Riau - CENTRALPUBLIK.Com Pengelolaan Keuangan dan Sangat Pemberantasan Korupsi, di era keterbukaan dan serba digital saat ini, tuntutan akan hadirnya pengelolaan keuangan yang transparan, akuntabel, dan dapat dipertanggungjawabkan semakin kuat, tidak hanya dari para pemangku kepentingan saja namun terlebih pula adanya harapan besar dari masyarakat secara umum terhadap instansi atau institusi pemerintahan.
Pengelolaan keuangan instansi pemerintah sebagai unit pelaporan, sebagai pengelola keuangan negara yang qualified dan eligible di mana masyarakat awam seakan menjadi satu keniscayaan yang implementasinya semakin menjadi perhatian.
Salah satu yang kemudian menjadi langkah yang diupayakan pemerintah, khususnya dalam hal ini pemerintah daerah, adalah mewujudkan transparansi dan akuntabilitas pengelolaan keuangan negara berupa penyampaian laporan pertanggungjawaban keuangan dalam bentuk Laporan Keuangan Pemerintah Daerah (LKPD) yang memenuhi prinsip-prinsip yang berlaku umum sebagaimana diatur dalam regulasi terkait, atau dalam hal ini adalah pemenuhan prinsip dengan mengikuti standar akuntansi pemerintahan yang ada.
Laporan keuangan merupakan laporan terstruktur yang menggambarkan posisi keuangan dan transaksi keuangan yang dilakukan oleh suatu entitas pelaporan.
Laporan keuangan menyajikan informasi mengenai posisi keuangan, realisasi anggaran, arus kas dan kinerja keuangan. Menurut Pernyataan Standar Akuntansi Keuangan (PSAK) No. 1, tujuan laporan keuangan adalah memberikan informasi mengenai posisi keuangan, kinerja keuangan dan arus kas entitas yang bermanfaat bagi sebagian besar kalangan pengguna laporan dalam pengambilan keputusan bagi keberlangsungan usaha.
Lebih lanjut, UU No 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara menyatakan bahwasanya laporan pertanggungjawaban pelaksanaan APBN/APBD disusun dan disajikan sesuai dengan standar akuntansi pemerintahan yang ditetapkan dengan peraturan pemerintah.
Dalam perjalananannya, penerapan akuntansi pemerintah masih banyak dilakukan oleh pemerintah daerah dengan format yang kurang reliable dan valid. Dalam artian, bahwa administrasi keuangan pemerintah memiliki berbagai peluang untuk terjadinya kebocoran keuangan.
Satu hal positif bagi pengelolaan keuangan Provinsi Riau, dimana Laporan Hasil Pemeriksaan oleh BPK atas LKPD selama satu dekade terakhir berturut-turut sejak tahun 2012 hingga tahun 2021 menghasilkan opini Wajar Tanpa Pengecualian (WTP). Capaian positif juga diperoleh Laporan Keuangan Kabupaten-Kabupaten di lingkup Povinsi Riau, dimana hasil pemeriksanaan BPK juga menghasilkan opini WTP selama kurun waktu lima tahun terakhir (sumber data: https://riau.bpk.go.id/lhp-lkpd/).
JENIS-JENIS OPINI BPK
Berdasarkan Undang-undang Nomor 15 Tahun 2004 tentang Pemeriksaan Pengelolaan dan Tanggung Jawab Keuangan Negara terdapat 4 (empat) jenis Opini yang diberikan oleh BPK RI atas Pemeriksaan atas Laporan Keuangan Pemerintah.
Opini terbaik dan yang paling diharapkan oleh objek pemeriksaan yaitu Opini Wajar Tanpa Pengecualian (WTP) atau unqualified opinion, yang menyatakan bahwa laporan keuangan entitas yang diperiksa, menyajikan secara wajar dalam semua hal yang material, posisi keuangan, hasil usaha, dan arus kas entitas tertentu sesuai dengan prinsip akuntansi yang berlaku umum di Indonesia. 3 (tiga) opini lainnya yaitu, Opini Wajar Dengan Pengecualian (WDP) atau qualified opinion, Opini Tidak Wajar atau adversed opinion, dan terakhir yaitu Pernyataan menolak memberikan opini (disclaimer of opinion) atau Tidak Memberikan Pendapat (TMP):
Opini BPK WTP atas laporan keuangan merupakan harapan besar bagi institusi pemerintahan baik pusat maupun daerah.
Dengan pencapaian WTP, akuntabilitas dan pertanggungjawaban dari institusi terkait menjadi baik nilainya di mata masyarakat. Namun kemudian apakah dengan perolehan opini WTP serta merta otomatis suatu institusi terbebas dari kemungkinan terjadinya korupsi?
KORUPSI DAN PENYELEWENGAN
Kata korupsi berasal dari bahasa latin corruptio atau corruptus. Corruptio memiliki arti beragam yakni tindakan merusak atau menghancurkan.
Corruptio juga diartikan kebusukan, keburukan, kebejatan, ketidakjujuran, dapat disuap, tidak bermoral, penyimpangan dari kesucian, kata-kata atau ucapan yang menghina atau memfitnah.
Definisi lainnya dari korupsi disampaikan World Bank pada tahun 2000, yaitu “korupsi adalah penyalahgunaan kekuasaan publik untuk keuntungan pribadi". Definisi World Bank ini menjadi standar internasional dalam merumuskan korupsi (https://aclc.kpk.go.id/action-information/lorem-ipsum/20220411-null).
Korupsi di negara kita tidak bisa dipungkiri semakin menuju titik nadir, dimana setiap lini kehidupan masyarakat seakan terikat oleh praktik-praktik tidak sehat yang pada akhirnya berujung menyengsarakan.
Dari level terendah hinggal level puncak di tingkat pembuat kebijakan, penyelewengan rentan bahkan kerap terjadi hingga kini. Hukuman pelaku korupsi yang dinilai masih terlalu “ramah” seakan memantik keberlangsungan pihak-pihak yang tak takut hukum untuk terus saja melakukan tindakan-tindakan melawan kaidah.
Di sepanjang tahun ini, berita akan pengungkapan kasus korupsi yang dilakukan oleh pengelola pemeritahan menjadi hal yang tidak lagi mengejutkan.
Masyarakat seakan disuguhi berita-berita yang meruntuhkan nurani, bahwa ternyata korupsi bisa datang, muncul, dan beraksi dari dari titik-titik yang mungkin tak terbayangkan sebelumnya.
Berdasarkan data di situs kpk.go.id, sejak tahun 2004 hingga 3 Januari 2022 tak kurang dari 22 Gubernur dan 148 bupati/wali kota telah ditindak oleh KPK.
Jumlah itu tentu bisa lebih besar jika digabungkan dengan data dari Kejaksaan dan Kepolisian. ICW mencatat, sepanjang tahun 2010 – Juni 2018 tak kurang dari 253 kepala daerah ditetapkan sebagai tersangka korupsi oleh aparat penegak hukum (https://antikorupsi.org/id/korupsi-kepala-daerah).
HARAPAN AKAN PENGELOLAAN KEUANGAN
Pengelolaan keuangan yang sehat, terarah, akuntabel dan memenuhi standar adalah merupakan satu langkah awal yang bisa menjadi landasan dalam pengelolaan kebijakan ke depan suatu insitusi.
Dengan pengungkapan laporan keuangan yang memadai, disajikan informasi bagi pengguna mengenai sumber daya diperoleh dan digunakan sesuai dengan anggaran, dan indikasi sumber daya yang diperoleh dan digunakan sesuai dengan ketentuan, termasuk batas anggaran yang ditetapkan.
Pemberantasan korupsi adalah jalan panjang yang sudah pasti akan sangat melelahkan dan membutuhkan kesadaran dan partisipasi dari banyak pihak di setiap lapisan, dari level akar rumput hingga pengambil kebijakan. Peringatan Hari Anti Korupsi sedunia di setiap tanggal 9 Desember belum lama ini sudah seharusnya menjadi momentum pengingat kita untuk terus mengupayakan langkah-langkah yang terstruktur dan berkelanjutan, dan terus menggelorakan mengenai arti penting akuntabilitas sebagai salah satu langkah yang bisa diupayakan.
Opini WTP yang diberikan oleh BPK bukan tujuan akhir dari pengelolaan keuangan daerah. Namun paling tidak upaya transparansi dan pemenuhan akuntabilitas adalah bentuk tanggung jawab terhadap masyarakat./Yanti
Penulis:
Yudha Ari Respati
Kepala Seksi Verifikasi dan Akuntansi KPPN Pekanbaru
Disclaimer:
Tulisan ini merupakan opini/pendapat pribadi tidak mewakili institusi/organisasi.
COMMENTS